Saturday, October 01, 2005

Quo Vadis Pendidikan IPS di Indonesia

Quo Vadis Pendidikan IPS di Indonesia
Written by Drs. Arief Achmad MSP., M.Pd.
Wednesday, 22 December 2004

http://www.puskur.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14&Itemid=43

Menyongsong Diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)

Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A., guru besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) UPI Bandung, mensinyalir + 60% guru PIPS di Indonesia tidak berlatar belakang pendidikan IPS. Sinyalemen ini dikemukakannya pada saat Seminar Nasional dan Musyawaroh Daerah I Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia (HISPISI) Jawa Barat, di Bandung (31 Oktober 2002).

Atas dasar ini, tidaklah berlebihan kiranya apabila dalam kenyataan hidup di masyarakat, mata pelajaran IPS dalam pandangan orang tua siswa menempati kedudukan "kelas dua" dibandingkan dengan posisi IPA, demikian penegasan Prof. Dr. Nursid Sumaatmadja, dalam momentum seminar yang sama.

Sementara itu, pakar PIPS lainnya (seperti Prof. Nu`man Somantri, M.Sc.Ed, Prof. Dr. Azis Wahab, M.A., dan Prof. Dr. Suwarma Al Muchtar, S.H. M.Pd.) mengungkapkan, bahwa proses pembelajaran IPS di tingkat persekolahan mengandung beberapa kelemahan seperti digambarkan dalam tabel di bawah ini beserta faktor-faktor yang menyebabkannya :

Tabel 1 Analisis Kelemahan Proses Pembelajaran PIPS di Tingkat Persekolahan dan Faktor-Faktor yang Menyebabkannya

No. Uraian Kelemahan Proses Pembelajaran Faktor Penyebab

1. Kurang memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi , dan peran PIPS di sekolah Tujuan pembelajaran kurang jelas dan tidak tegas (not purposeful)
2. Posisi, peran, dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan Informasi faktual lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendayagunakan sumbr-sumber lainnya
3. Lemahnya transfer informasi konsep ilmu-ilmu sosial Out put PIPS tidak memberi tambahan daya dan tidak pula mengandung kekuatan (not empowering and not powerful)
4. Guru tidak dapat meyakinkan siswa untuk belajar PIPS lebih bergairan dan bersungguh-sungguh Siswa tidak dibelajarkan untuk membangun konseptualisasi yang mandiri
5. Guru lebih mendominasi siswa (teacher centered) Kadar pembelajaran yang rendah, kebutuhan belajar siswa tidak terlayani
6. Belum membiasakan pengalaman nilai-nilai kehidupan demokrasi sosial kemasyarakatan dengan melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai aktivitas kelas dan sekolah Dalam pertemuan kelas tidak menggagendakan setting lokal, nasional, dan global, khususnya berkaitan dengan struktur sistem sosial dan perilaku kemasyarakatan

IPS tidak sama dengan Ilmu-ilmu Sosial

Pendidikan IPS adalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu. Sehingga baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan tidak akan ditemukan adanya sub-sub disiplin PIPS, yang dalam kepustakaan National Council for Social Studies (NCSS) dan Social Science Education Council (SSEC) disebut "social studies" dan "social science education". Sementara itu, IPS sendiri didefinisikan sebagai

... the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. (NCSS, 2003)

Ini berarti PIPS mencakup kajian terpadu ilmu-ilmu sosial (seperti : antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi) serta diperluas dengan materi humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam. Selanjutnya, tujuan PIPS adalah

"to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world" (NCSS, 2003).

Sedangkan Forum Komunikasi II HISPIPSI (1991) di Yogyakarta telah mendefinisikan PIPS sebagai

penyederhanaan atau adapatasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan

PIPS yang diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia pada prinsipnya identik dengan studi sosial (social studies) yang diajarkan di sekolah-sekolah di luar negeri, terutama di Amerika Serikat, tetapi isinya (content) disesuaikan dengan kondisi Indonesia (Sanusi, 1998; Somantri, 2001).

Berkenaan dengan PIPS yang diajarkan di level pendidikan dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menerangkan bahwa PIPS adalah

..mata pelajaran yang mempelejari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian pokok geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan sejarah

PIPS yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar terdiri atas dua bahan kajian pokok : ilmu pengetahuan sosial dan sejarah; bahan kajian sejarah meliputi perkembangan bangsa Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini; sedangkan bahan kajian ilmu pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan.

Sementara untuk jenjang pendidikan menengah, menurut Depdikbud (1994), PIPS dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan dengan ilmu-ilmu sosial, baik dalam bidang akademik maupun pendidikan professional. Selain daripada itu, siswa juga diberikan bekal kemampuan, secara langsung atau tidak langsung, untuk bekerja di masyarakat. Dengan demikian untuk jenjang pendidikan menengah, dikenal mata pelajaran antropologi, sosiologi, geografi, sejarah, ekonomi, tata negara-yang keseluruhannya mengacu kepada social sciences (ilmu-ilmu sosial).

Perbedaan antara ilmu-ilmu sosial dan PIPS, menurut Frasser and West (1993), terletak pada "systematically structured bodies of scholarly content and psychologically structures selection of instructional content".

Menengok Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Dari berbagai dokumen yang dirilis dan disosialisasikan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, akan tampak sebaran mata pelajaran PIPS di dalam struktur kurikulum di berbagai jenjang pendidikan, seperti tampak di dalam matriks di bawah ini

Tabel 2 Matriks Sebaran Mata Pelajaran PIPS di dalam Struktur KBK Jenjang Pendidikan Nama Mata Pelajaran PIPS Diberikan di Kelas Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah

Dari matriks di atas terlihat, semakin meneguhkan menguatnya tradisi dan konsep pemikiran para ahli ilmu-ilmu sosial (semenjak kurikulum PIPS 1975 hingga KBK), sehingga kurang adaptif dengan inovasi hasil pemikiran para ahli PIPS. Hal ini berdampak pada model pengembangan kurikulum yang digunakan serta arah implementasinya.

Model pengembangan KBK, secara teoritik, untuk menyempurnakan model kurikulum sebelumnya yang banyak menggunakan pendekatan sistem instruksional yang selama ini dinilai kurang tepat dengan tuntutan peningkatan mutu.

Beberapa Implikasi

Kurikulum yang berbasis kompetensi (KBK) akan berhasil meningkatkan mutu pembelajaran PIPS di Indonesia apabila diikuti dengan pengembangan berbagai model pembelajaran yang selama ini sering terabaikan. Intinya : KBK PIPS perlu dilengkapi dengan Pembelajaran Berbasis Kompetensi (PBK) PIPS.

Karena pendekatan kompetensi dalam pengembangan kurikulum memiliki potensi untuk lebih dekat dengan "materi subyek" daripada "materi pedagogis", dengan demikian PIPS lebih akrab dengan pola pikir ilmuwan sosial daripada kepentingan dan kebutuhan serta kapasitas perkembangan berpikir sosial peserta didik.

Untuk itu, pengembangan model pengintegrasian isi pelajaran dengan pedagogis dipandang tepat untuk memfungsionalkan materi pelajaran bagi pengembangan potensi pembelajaran, sekaligus untuk memberikan keseimbangan antara pendekatan proses dan pendekatan tujuan.

Penutup

Sanggupkah guru-guru PIPS, yang sebagian terbesar tidak berlatar belakang PIPS di berbagai jenjang dan jenis pendidikan mengaplikasikannya secara praksis? Waktu dan mereka sendirilah yang akan membuktikannya.

Pustaka Acuan

* Al Muchtar, S. (2002). "Analisis Pembaharuan Kurikulum Pendidikan IPS". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung, 31 Oktober 2002.
* Depdikbud. (1994). Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : Pusbangkurandik.
* Depdikbud. (1994). Kurikulum SMU. Jakarta : Pusbangkurandik.
* Depdikbud. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang.
* Fraser and West. (1993). Social Studies in Secondary School. The Ronald Press.
* Hasan, S.H. (1996). "Relevansi Pendidikan IPS di Perguruan Tinggi dengan Pendidikan IPS di Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung, 31 Oktober 2002.
* NCSS. (1998). Curriculum Standard for Social Studies. Washington, D.C. : NCSS.
* Sanusi, A. (1998). Pendidikan Alternatif : Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan. Bandung : PPS IKIP Bandung dan PT. Grafindo Media Pratama.
* Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PPS-UPI dan PT. Remadja Rosda Karya.
* Sumaatmadja, N. (2002). "Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung. 31 Oktober 2002.
* Wahab, A.A. (2002). "Tantangan Pembelajaran PIPS di Sekolah". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung. 31 Oktober 2002.
* Wiriaatmadja, R. (2002). "Pembelajran IPS pada tingkat Sekolah Dasar". Makalah pada Seminar Nasional dan Musda I HISPISI Jawa Barat, UPI Bandung. 31 Oktober 2002.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Listed on BlogShares