Wednesday, July 06, 2005

Nilai Pendidikan Indonesia E

Kamis, 30 Juni 2005
Survei Asia Pasifik
Nilai Pendidikan Indonesia E

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=203484&kat_id=13

JAKARTA -- Khusus indikator pendidikan gratis dan bermutu, Indonesia diberi nilai F. Di tengah euforia negeri ini soal pendidikan gratis, kabar tak sedap justru muncul dari luar negeri. Hasil riset dua lembaga internasional, Asian South Pacific Bureau of Adult Education (ASPABE) dan Global Campaign for Education (GCE), menyatakan Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara di Asia Pasifik dalam pelaksanaan pendidikan dasar.

Dengan ranking jeblok itu Indonesia harus puas dengan nilai E. Ini sedikit lebih baik dibanding Papua Nugini, Nepal, Pakistan atau Kepulauan Solomon yang mengantungi nilai F. Malaysia, yang pada dasawarsa 1970-an masih 'mengimpor' guru dari Indonesia, memperoleh predikat A, bersama Thailand. Menurut aktivis Jaringan Pendidikan untuk Keadilan, M Firdaus, laporan ini muncul Jumat (24/6) pekan lalu. Adapun riset dilakukan ASPABE dan GCE pada Maret hingga Juni 2005 dengan metode survei dokumen. Data-data yang diolah kedua LSM ini dirujuk berdasarkan laporan tahunan UNESCO, data pemerintah negara setempat, penelitian akademis, survei internasional dan kompilasi data masyarakat sipil.

Kata Firdaus, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa jauh komitmen ke-14 negara Asia Pasifik dalam penyelenggaraan pendidikan dasar. Indikator yang dinilai meliputi tingkat penyelesaian pendidikan dasar, komitmen pemerintah dalam pendidikan gratis dan bermutu, pembangunan sarana, anggaran, kesetaraan gender, kesetaraan akses dan kesempatan. ''Dari semua indikator itu, Indonesia hanya diganjar nilai E,'' terang Firdaus, Rabu (29/6). Khusus indikator pendidikan gratis dan bermutu, kedua LSM memberi Indonesia nilai F. Lainnya E hingga B.

Dirjen Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Depdiknas, Fasli Jalal, mengakui buruknya pendidikan dasar di negeri ini. Menurut dia, hal itu tak lepas dari kompleksnya kondisi demografi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan populasi amat besar. ''Jadinya, potensial ada ketidakmerataan pendidikan. Ini memang tidak mudah,'' tutur Fasli. Pandangan senada dilontarkan Direktur Agama dan Pendidikan Bappenas, Nina Sardjueni, tingkat penyelesaian pendidikan dasar di Indonesia memang cenderung buruk. Data dari Bappenas pada 2003 menunjukkan sebanyak 21,87 persen penduduk Indonesia belum tamat SD. Dari total 200 juta penduduk Indonesia, lulusan SMA juga hanya sebesar 16,17 persen, sementara lulusan SMP 16,65 persen (Susenas 2003).

Ketidakmerataan pendidikan memang terasa. Data Bappenas 2003 memperlihatkan siswa miskin usia 16-18 tahun memiliki tingkat partisipasi 28,52 persen pada pendidikan dasar dan menengah. Bandingkan siswa kaya yang 75,62 persen. Pada level 13-15 tahun, tingkat partisipasi siswa miskin 67,23 persen, siswa kaya 93,98 persen. Kualitas tenaga pendidik juga tak kalah buruk. Data dari Balitbang Depdiknas 2004 menunjukkan 45,96 persen guru tidak memenuhi kualifikasi minimal untuk dapat mengajar. Penelitian Ditendik terhadap 29.238 guru SD secara nasional pada 2004 juga menyatakan 61,96 persen guru tidak menguasai materi. Meski setuju dengan hasil riset ASPBE dan GCE, Fasli mempertanyakan validitas penelitian itu. Kata dia, laporan kedua LSM didasarkan pada data-data 2001, sehingga sudah banyak perubahan. Namun, menurut M Firdaus dari Jaringan Pendidikan untuk Keadilan, survei didasarkan laporan tahunan.
( imy )

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Listed on BlogShares