Tuesday, June 07, 2005

Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Perlu Kontribusi Iptek

Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Perlu Kontribusi Iptek

Diperlukan peningkatan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) dalam pertumbuhan ekonomi agar pertumbuhan yang terjadi
lebih mapan dan tak mudah ambruk seperti ketika terjadi krisis
ekonomi pada 1998. "Untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, tak ada jalan lain selain dengan meningkatkan kemampuan
Iptek," kata Menneg PPN/Kepala Bappenas, Sri Mulyani, pada Rapat
Koordinasi Riset dan Teknologi, Selasa (7/6).
Pada 2004, ujarnya, indeks daya saing pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya mencapai peringkat 69 dari 104 negara. Dengan
meningkatkan kemampuan Iptek tersebut, kandungan teknologi dalam
negeri dari ekspor Indonesia diharapkan lebih meningkat sehingga
daya saing juga meningkat.
Sri Mulyani mengatakan, ekspor Indonesia pada 2003 hanya
didominasi produk dengan kandungan teknologi rendah hingga
mencapai 60 persen seperti logam dasar, kayu, makanan, dan kertas
dengan nilai mencapai 24,8 miliar dollar AS.
Sementara kandungan teknologi tinggi seperti TV, radio, peralatan
komunikasi, dan komputer serta teknologi menengah masing-masing
hanya memberi kontribusi 20 persen dengan nilai sekitar 8 miliar
dollar AS.
Kandungan dalam negeri dari produk ekspor Indonesia tersebut,
tambahnya, juga rendah karena lemahnya Iptek nasional. "Lemahnya
Iptek bisa disebabkan sumber daya manusia (SDM) atau bisa karena
kebijakan yang ada," ungkapnya.
Menurut Sri, SDM yang jenius kalau tak sesuai pasar percuma saja
karena hanya akan memperbanyak penghargaan dan arsip hasil
penelitian, namun tidak bernilai bagi masyarakat dan bangsa. "Selain
itu, faktor kebijakan yang tidak mampu mengoneksikan antara
kemampuan Iptek dan pengembangannya di industri juga membuat
Iptek percuma meski tenaga ahli dalam bidang Iptek banyak,"
paparnya.

Kemampuan Iptek nasional Indonesia, lanjut Sri, selama ini sangat
memprihatinkan. Pada 2001 kemampuan Iptek Indonesia hanya
berada di peringkat 60 dari 72 negara yang diteliti. Pada 2002, salah
satu indikator teknologi Indonesia yakni paten, juga menyedihkan.
Dari seluruh paten yang terdaftar di Indonesia, hanya terdaftar 246
paten dalam negeri, sementara paten luar negeri mencapai 3.497
buah.
Ia juga menolak jika pertumbuhan pesat hingga 8-9 persen pada
zaman Soeharto merupakan suatu yang menakjubkan, karena
pertumbuhan tersebut hanya diakibatkan oleh keringat dan bukan
produksi, sehingga wajar begitu terjadi masalah, perekonomian
Indonesia tiba-tiba ambruk. (Ant/Ima)

Url : /utama/news/0506/07/142815.htm

http://www.kompas.com/kirim_berita/print.cfm?nnum=72736 6/7/2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Listed on BlogShares